LEGENDA SITU BAGENDIT
Danau
Situ Bagendit terletak di Desa Bagendit, Kecamatan Banyuresmi, Jawa
Barat, sekitar
empat kilometer dari Kota Garut. Nama danau diambil dari nama seorang janda
kaya yang tamak dan kikir. Karena kekikiran dan ketamakannya, suatu
hari janda itu mendapat pelajaran dari seorang kakek tua, sehingga ia dan
seluruh harta kekayaannya ditenggelamkan air. Berikut kisah janda kaya itu.
* * *
Alkisah, di sebuah desa terpencil di daerah Jawa
Barat, ada seorang janda muda yang kaya raya dan tidak mempunyai anak. Hartanya
yang melimpah ruah dan rumah sangat besar yang ditempatinya merupakan warisan
dari suaminya yang telah meninggal dunia. Namun sungguh disayangkan, janda itu
sangat kikir, pelit, dan tamak. Ia tidak pernah mau memberikan bantuan kepada
warga yang membutuhkan. Bahkan jika ada orang miskin yang datang ke rumahnya
untuk meminta bantuan, ia tidak segan-segan mengusirnya. Karena sifatnya yang
kikir dan pelit itu, maka masyarakat di sekitarnya memanggilnya Bagenda Endit,
yang artinya orang kaya yang pelit.
Selain memiliki harta warisan yang
melimpah, Bagende Endit juga mewarisi pekerjaan suaminya sebagai rentenir.
Hampir seluruh tanah pertanian di desa itu adalah miliknya yang dibeli dari
penduduk sekitar dengan cara memeras, yaitu meminjamkan uang kepada warga
dengan bunga yang tinggi dan memberinya tempo pembayaran yang sangat singkat.
Jika ada warga yang tidak sanggup membayar hutang hingga jatuh tempo, maka
tanah pertaniannya harus menjadi taruhannya. Tak heran jika penduduk sekitarnya
banyak yang jatuh miskin karena tanah pertanian mereka habis dibeli semua oleh
janda itu.
Suatu hari, ketika Bagende Endit sedang
asyik menghitung-hitung emas dan permatanya di depan rumahnya, tiba-tiba
seorang perempuan tua yang sedang menggendong bayi datang menghampirinya.
“Bagende Endit, kasihanilah kami! Sudah
dua hari anak saya tidak makan,” kata perempuan itu memelas.
“Hai perempuan tua yang tidak tahu diri!
Makanya, jangan punya anak kalau kamu tidak mampu memberinya makan! Enyahlah
kau dari hadapanku!” bentak Bagende Endit.
Bayi di gendongan perempuan itu pun
menangis mendengar suara bentakan Bagende Endit. Karena kasihan melihat
bayinya, pengemis tua itu kembali memohon kepada janda kaya itu agar memberikan
sesuap nasi untuk anaknya. Tanpa sepatah kata, Bagende Endit masuk ke dalam
rumah. Alangkah senangnya hati perempuan tua itu, karena mengira Bagende Endit
akan mengambil makanan.
“Cup... cup... cup...! Diamlah anakku
sayang. Sebentar lagi kita akan mendapatkan makanan,” bujuk perempuan itu
sambil menghapus air mata bayinya.
Tak berapa lama kemudian, Bagende Endit
pun keluar. Namun, bukannya membawa makanan, melainkan sebuah ember yang berisi
air dan tiba-tiba Bagende Endit menyiramkannya ke arah perempuan tua itu.
“Byuuurrr...! Rasakanlah ini hai
perempuan tua!” seru Bagende Endit.
Tak ayal lagi, sekujur tubuh perempuan
tua dan bayinya menjadi basah kuyup. Sang bayi pun menangis dengan
sejadi-jadinya. Dengan hati pilu, perempuan tua itu berusaha mendiamkan dan
menyeka tubuh bayinya yang basah kuyup. Melihat perempuan tua belum juga pergi,
janda kaya yang tidak berpesan itu semakin marah. Dengan wajah garang, ia
segera mengusir perempuan tua itu keluar dari pekarangan rumahnya. Setelah
perempuan tua itu pergi, Bagende Endit kembali masuk ke dalam rumahnya.
Keesokan harinya, beberapa warga datang
ke rumah Bagende Endit meminta air sumur untuk keperluan memasak dan mandi.
Kebetulan di desa itu hanya janda kaya itulah satu-satunya yang memiliki sumur
dan airnya pun sangat melimpah. Sementara warga di sekitarnya harus mengambil
air di sungai yang jaraknya cukup jauh dari desa.
“Bagende Endit, tolonglah kami!
Biarkanlah kami mengambil air di sumur Bagende untuk kami pakai memasak. Kami
sudah kelaparan,” iba seorang warga dari luar pagar rumah Bagende Endit.
“Hai, kalian semua! Aku tidak
mengizinkan kalian mengambil air di sumurku! Jika kalian mau mengambil air,
pergilah ke sungai sana!” usir Bagende Endit.
Para warga tersebut tidak bisa berbuat
apa-apa. Akhirnya, mereka pun terpaksa pergi ke sungai untuk mengambil air. Tak
berapa lama setelah warga tersebut berlalu, tiba-tiba seorang kakek tua renta berdiri
sambil memegang tongkatnya di depan rumah Bagenda Endit. Kakek itu juga
bermaksud untuk meminta air tapi hanya untuk diminum.
“Ampun Bagende Endit! Berilah hamba
seteguk air minum. Hamba sangat haus,” iba Kakek itu.
Bagende Endit yang sejak tadi sudah
merasa kesal menjadi semakin kesal melihat kedatangan kakek tua itu. Tanpa
sepata kata pun, ia keluar dari rumahnya lalu menghampiri dan merampas tongkat
sang kakek. Dengan tongkat itu, ia kemudian memukuli kakek itu hingga babak
belur dan jatuh tersungkur ke tanah. Melihat kakek itu tidak sudah tidak
berdaya lagi, Bagende Endit membuang tongkat itu di samping kakek itu lalu
bergegas masuk ke dalam rumahnya.
Sungguh malang nasib kakek tua itu.
Bukannya air minum yang diperoleh dari janda itu melainkan penganiayaan. Sambil
menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, kakek itu berusaha meraih tongkatnya
untuk bisa bangkit kembali. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, kakek itu
menancapkan tongkatnya di halaman rumah Bagende Endit. Begitu ia mencabut tongkat
itu, tiba-tiba air menyembur keluar dari bekas tancapan tongkat itu. Bersamaan
dengan itu, kakek itu pun menghilang entah ke mana.
Semakin lama semburan air itu semakin
besar dan deras. Para warga pun berlarian meninggalkan desa itu untuk
menyelamatkan diri. Sementara itu, Bagende Endit masih berada di dalam rumahnya
hendak menyelamatkan semua harta bendanya. Tanpa disadarinya, ternyata air
telah menggenangi seluruh desa. Ia pun berusaha untuk menyelamatkan diri sambil
berteriak meminta tolong.
“Tolooong.... Toloong... Tolong aku! Aku
tidak bisa berenang!” teriak Bagende Endit meminta tolong sambil menggendong
sebuah peti emas dan permatanya.
Bagende Endit terus berteriak hingga
suaranya menjadi parau. Namun tak seorang pun yang datang menolongnya karena
seluruh warga telah pergi meninggalkan desa. Janda kaya yang pelit itu tidak
bisa lagi menyelamatkan diri dan tenggelam bersama seluruh harta kekayaannya.
Semakin lama, desa itu terus tergenang air hingga akhirnya lenyap dan
menjadilah sebuah danau yang luas dan dalam. Oleh masyarakat setempat, danau
itu diberi nama Situ Bagendit. Kata situ berarti danau yang luas,
sedangkan kata bagendit diambil dari nama Bagende Endit.
* * *
Demikian cerita Legenda Danau Situ
Bagendit dari daerah Jawa Barat. Hingga kini, Danau Situ Bagendit menjadi
salah satu obyek wisata alam di Jawa Barat. Para pengunjung dapat menikmati
keindahan pemandangan danau ini dengan rakit-rakit yang telah tersedia.
Pelajaran yang dapat dipetik dari cerita
di atas adalah bahwa kekikiran dan keserakahan terhadap harta benda dapat
menyebabkan seseorang celaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar